Diiringi Lagu Adat Minahasa, Petani Kelelondey Rebut Kembali Lahan dari TNI


Langowan, MX

Badai Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) tak menyulutkan semangat perjuangan petani di Kelelondey, Langowan Barat, Minahasa. Berbagai upaya merebut kembali lahan pertanian penghasil hortikultura itu terus digencarkan. Itu terlihat saat para petani memberanikan diri untuk mengolah kembali lahan yang diduga sempat digusur dengan menggunakan alat berat oleh personil Tentara Nasional Indonesia (TNI) Komando Daerah Militer (Kodam) XIII/Merdeka pada medio Oktober 2018 hingga April 2020.

“Sejak minggu lalu (pertengahan Mei 2020, red), petani-petani terutama dari Desa Raringis, Desa Ampreng dan Desa Tumaratas mulai memberanikan diri mengerjakan kembali lahan mereka di Kelelondey.  Terakhir pada hari Sabtu, 23 Mei 2020, sekitar 50 petani baik laik-laki maupun perempuan hingga pemuda mengerjakan kembali lahan yang sebelumnya telah digusur oleh TNI pada bulan Oktober hingga November 2018,” ungkap Satryano Pangkey dan David Wungkana dalam rilis YLBHI-LBH Manado, Minggu (24/05). 

Diceritakan, pada saat penggusuran lalu, di atas lahan Kelelondey sedang ditanami tumbuhan tomat milik warga yang saat itu akan memasuki masa panen. Namun tanaman tersebut dirusak dan diratakan dengan alat berat traktor. 

“Petani menegaskan, pengerjaan kembali lahan tersebut sebagai upaya mempertahankan tanah mereka. Warga kecewa terhadap TNI yang bukannya melindungi petani tetapi malah mengklaim lahan-lahan petani Kelelondey,” jelas kedua aktivis itu.

Para petani Kelelondey bekerja dengan tetap memperhatikan anjuran pemerintah mengenai pencegahan penyebaran Covid-19 dengan menjaga jarak dan menggunakan masker. 

“Mereka bahu membahu menggali tanah dengan alat-alat tradisional seperti cangkul, sekop, dan parang serta menanam bibit tanaman labu. Untungnya banyak pula masyarakat yang mendukung mereka berupa sumbangan untuk pengadaan bibit dan pupuk. Luas lahan yang berhasil dikerjakan pada hari itu adalah seluas 2 tektek atau hampir 1 hektare,” terang Pangkey dan Wungkana.

Pada saat mengerjakan tanah, para petani juga menyanyikan lagu-lagu adat Minahasa berbahasa Toutemboan seperti lagu berjudul Opo-opo. 

“Menurut warga, lagu tersebut biasa dinyanyikan oleh tua-tua petani sejak dulu ketika hendak mengerjakan tanah. Lagu tersebut memiliki makna ungkapan syukur kepada Sang Pencipta serta menggambarkan etos kerja petani,” cerita keduanya.

Sebelumnya, sejak bulan Oktober 2018 hingga April 2020, oleh TNI lahan Kelelondey telah diratakan secara bertahap. Tak hanya itu sejumlah tanaman juga ikut diparas menggunakan alat berat berat dan beberapa personil TNI.

Dari keterangan warga, TNI juga memasang beberapa spanduk yang antara lain bertuliskan Mako Rindam, Secata, dan Dodik. Juga ada pemasangan mulsa plastik di atas lahan petani Kelelondey oleh personil Rindam 13 Merdeka. Jumlah luas keseluruhan lahan yang berhasil diambil alih selama rentang waktu tersebut adalah sekitar 11 ha.

“TNI beralasan bahwa di atas lahan pertanian Kelelondey akan dibangun fasilitas militer. Padahal, wilayah Kelelondey termasuk kawasan perlindungan area resapan air karena terletak di sekitar Gunung Soputan. Sehingga aktifitas pembangunan fisik dapat mempengaruhi lingkungan hidup yang semula sehat dan bersih,” pungkasnya. (Kharisma)



Sponsors

Sponsors