Dinilai Kurang Sosialisasi, Tuuk Kritisi Sistem Penerimaan Bantuan Pertanian


Manado, MX

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut), Julius Jems Tuuk, mengkritisi sistem penerimaan bantuan pertanian.

Menurutnya, pemberlakuan sistem yang baru ini prosesnya terlalu rumit dan tidak memberikan manfaat bagi petani, terlebih lagi pihak pemerintah kurang melaksanakan sosialisasi sehingga menimbulkan polemik di kalangan petani.

"Prosesnya terlalu sulit, terlebih lagi pemerintah provinsi dan kabupaten kota tidak terdengar melakukan sosialisasi. Penyaluran bantuan pemerintah memberikan banyak prasyarat, contohnya penyaluran pupuk bersubsidi dari Kementrian Pertanian. Syaratnya bagus tetapi kondisi riil di lapangan tidak memenuhi itu," kata legislator DPRD Sulut daerah pemilihan (Dapil) Bolaang Mongondow Raya (BMR), belum lama ini, di ruang kerjanya.

Ia menjelaskan, untuk mendapatkan bantuan pertanian harus ada Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang pekerjaannya terekam petani.

"Selain itu harus ada Kartu Petani dan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan  Kelompok Tani)," ungkap politis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.

Menurutnya, sistem yang dibuat oleh pemerintah pada dasarnya baik. Akan tetapi untuk situasi sekarang ini belum tepat dilaksanakan.

"Ada yang benar-benar petani namun KTP-nya tertera pekerjaan wiraswasta. Cuma karena tidak ingin malu saja pekerjaannya petani," tuturnya.

Lebih lanjut Tuuk mengatakan, pemerintah membuat sistem tersebut supaya pupuk tidak dimonopoli kelompok tertentu.

"Tapi sistem sebagus apapun bisa dimanfaatkan. Kalau sistem seperti itu kemudian petani tidak bisa mengakses bantuan, untuk apa sistem ini. Tujuan sistem supaya mempermudah akses petani memiliki bantuan pertanian, untuk membuat Kartu Tani, KTP harus tertera juga petani. Sementara salah satu syarat untuk mendapatkan bantuan adalah Kartu Tani," ketusnya.

Sekretaris Komisi IV DPRD Sulut ini menyampaikan, syarat untuk RDKK harus ada kelompok tani dan terdaftar di website kementerian. Dibuktikan dengan sertifikat. Sistim ini membuat petani tidak dapat apa-apa.

"Ditambah lagi kurang sosialisasi dari pemerintah provinsi dan kabupaten kota atau dalam kata lain sebagian besar tidak dipublikasikan kepada masyarakat. Hal ini terungkap dalam reses. Memang juga diharapkan agar petani jangan dibuat manja, semuanya musti ditanggung pemerintah," bebernya. (Eka Egeten)



Sponsors

Sponsors