
Foto: Maikel Tampi dan beberapa jenis kerajinan khas karyanya.
Souvenir Uka Tondano Tembus Jepang
Perjuangan Maikel Awalnya Naik Turun Rumah
Laporan: Arfin Tompodung
Berada di tempat kerja sederhananya setiap hari, Maikel Tampi, berjibaku membuat souvenir berbahan dasar pohon kelapa. Mulai dari tempurungnya, batang, dan dahannya, dirancang menjadi souvenir yang unik dan menarik. Bahan yang menjadi icon Minahasa yang biasa disebut Nyiur Melambai.
Souvenir "Uka" nama dari tempat usahanya, berada di Kulo, Kelurahan Wewelen, Tondano Barat. Nama itu terpampang jelas di papan nama tepi jalan dan di pondok tempat kerjanya.
Masih dengan peluh di wajah karena bekerja, Maikel sudah mulai menceritakan kisahnya kepada Manado Express, Sabtu (24/1). Bagaimana ia menekuni souvenir dengan bahan dasar kelapa itu. Maikel belajar kerajinan yang digelutinya sendiri. Usahanya diawali dengan modal Rp.500.000.
Mulai tahun 2002, ia berjuang bersama istrinya menawarkan produk mereka dari rumah ke rumah. Produk pertama yang dipromosikan yaitu seperti pin atau tempurung yang fungsinya seperti baki.
Pada waktu menjajakannya ia sudah berjalan sampai ke wilayah Bolaang Mongondouw, demi memperkenalkan produknya. Sungguh hal yang sangat melelahkan baginya. Akhirnya, lama-kelamaan Maikel mulai membuka tempat kerja dan tidak lagi naik turun rumah. Sebab sudah banyak juga yang mengenalinya dan produk kerajinannya yang khas itu. Kalaupun harus diperkenalkan ke rumah-rumah, itu daerah yang tidak terlalu jauh dari bengkelnya. Itupun hanya dilakukan oleh istrinya, menggantikan perjuangan yang pernah dilakoninya.
"Kita ada blajar sandiri, cuma otodidak. Awalnya kita cuma modal 500 ribu rupiah kong dulu kita nae turun rumah. Abis itu so fokus bakerja di rumah. So bole kita ada kerja, kita pe waktu cuma mo abis di bajalang. Kalu mo ba jalang maitua yang ganti kase promosikan," ujarnya.
Ketika usahanya sudah mulai dikenal, pemerintah memberikan bantuan untuk mengembangkannya. Maikel sendiri menambah produk-produk baru lebih banyak dengan khas Minahasa. Item-temnya benar-benar unik ala Minahasa, seperti souvenir bendi, rumah panggung, tarsius, cakalang, dan masih banyak lagi. Semuanya berbahan dasar produk turunan kelapa.
Jika ada pameran keluar daerah, produknya selalu dipesan oleh pemerintah untuk dipromosikan. Namun, sangat disayangkan kasus masalah hak cipta sering terjadi. Antara produk dan pemiliknya kadang tidak sesuai kenyataan. "Pemerintah memberikan bantuan pa kita pe usaha sehingga kita boleh kembangkan. Kalu paameran lengkali dorang ja pesan pa kita mo bawa voor promosi. Mar lengkali kal bagitu dia pe dampak masalah hak cipta. Tu barang deng tu pemilik lengkali nda sesuai," keluhnya.
Tahun 2010 merupakan juga sejarah yang baik bagi usahanya karena boleh memperkenalkan produk kerajinannya di negeri Jepang. Ia terpilih dari sekian pengrajin souvenir ini untuk berangkat bersama istrinya. "Waktu itu kita dorang da tunjung mo pigi di Jepang. Kita da pigi waktu itu deng kita pe maitua," jawab Maikel.
Sampai sekarang Maikel masih terus membuat item-item menarik garapan khas tangannya sendiri. Bahkan kini ia sudah sangat sering menjadi pemateri dalam pelatihan-pelatihan souvenir batok kelapa di Sulut. Hal yang menarik ketika ia boleh memberikan pelatihan di Kabupaten Sitaro. Sebab ketika ia melatih mereka, ada beberapa yang sudah mampu bersaing dengannya di pagelaran-pagelaran kerajinan. Ia sangat bersukur untuk hal itu. Ia boleh memberikan sesuatu yang berguna.
Di samping itu, di pondok kerjanya, ia melatih anak-anak, pemuda, remaja warga sekitar, untuk mengetahui cara memotong, memoles dan sebagainya. "Kita skarang dorang so ja pangge kase-kase pelatihan. Tu hari di Kabupaten Mitra, di Bolmong deng yang kita inga skali di Sitaro ada 60 orang dorang waktu itu. Lelah memang mar kita bersyukur boleh baku berbage deng orang laeng," ungkapnya. (***)