
Foto: Gereja Sentrum Manado Yang Dibom yang diambil pada Maret 1946. (KITLV)
Melihat Dari Dekat Gereja Tertua di Kota Manado
Manadoexpress.co
“KOTA Seribu Gereja”. Sebuah julukan yang dikenakan para pelancong bagi Manado. Tidak mengherankan memang, sebab jika menyusuri sepanjang jalan kota ini, hampir ‘setiap jengkal’, saat mata berpaling ke kiri dan ke kanan, tampak berdiri gedung-gedung gereja yang megah dan indah. Di antara sekian banyak gereja di Kota Manado, ada satu gereja tua, bahkan tertua yakni, Gereja Sentrum (Oude Kerk), di Jalan Yos Sudarso. Gereja ini terletak di pusat kota, Kelurahan Lawangirung, Kecamatan Wenang atau berada di titik 0 (nol) pusat Kota Manado. Catatan historis menyebutkan, gereja ini telah ada sejak Kota Manado didirikan. Kapan sebenarnya kota ini didirikan dan apa hubungannya dengan Gereja Sentrum ?
Kota Manado merupakan ‘Kota Bersejarah’ bagi Tou Minahasa. Data-data sejarah menyebutkan bahwa pemukiman pertama di Manado dimulai saat pembangunan Benteng Pertahanan VOC Belanda pada tahun 1677. Benteng bernama Fort Nieuw Amsterdam (Amsterdam Baru) yang didirikan atas prakarsa Pemerintah Hindia Belanda (dahulunya benteng ini berada di belakang Taman Kesatuan Bangsa (TKB), depan Jumbo Supermarket). Benteng tersebut digunakan secara resmi pada tahun 1705. Saat itu diresmikan langsung oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Robertus Padtbrugge. Sayang, benteng ini hancur saat penyerangan Tentara Sekutu ke Manado di tahun 1944.
Data lain menyebutkan kalau sebelum adanya benteng Fort Amsterdam, Manado telah didiami oleh para pedagang asli Minahasa yang jumlahnya tak sampai 200-an orang. Itupun mereka tak menetap karena harus kembali ke gunung mengambil hasil bumi yang akan diperdagangkan di Manado.
Bersamaan dengan dimulainya pembangunan benteng, atas izin Kepala Walak Ares, Belanda mendirikan perkampungan di daerah samping benteng. Jika melihat posisi kota saat ini, kawasan perkampungan Belanda berbentuk empat persegi yang dibatasi jalan raya, mulai dari Jalan Dotu Lolong Lasut, Jalan Sarapung, Jalan Korengkeng, dan Jalan Sam Ratulangi. Dahulu, kompleks perumahan itu disebut firkante pallen (empat persegi). Berdiri di kawasan ini, rumah residen Manado, rumah pejabat-pejabat Belanda dan penduduk ketururunan Belanda. Gereja Sentrum Manado merupakan salah satu peninggalan zaman tersebut yang dibangun hampir bersamaan dengan benteng Fort Amsterdam.
Pada masa pemerintahan VOC tahun 1677, ditempatkanlah seorang Pendeta Belanda di Manado yang bernama Pendeta Zacharias Coners. Pendeta ini melayani umat Kristen di gereja Sentrum yang sebelumnya dikenal dengan nama Gereja Besar Manado.
Seiring dengan berakhirnya kekuasaan VOC, maka dalam perkembangannya penanganan gereja menjadi urusan Pemerintah Belanda. Pada waktu itu gereja memakai label Indische Kerk. Adapun pelayanan dan administrasi gereja berpusat di Manado dan Gereja Sentrum adalah pusat dari semua aktivitas tersebut. Hal ini diatur berdasarkan peraturan Gereja Protestan, bahwa semua Pendeta pembantu/Indians Ieraars, bekerja di bawah pimpinan Pendeta Belanda di Manado.
Sejak tahun 1934, Gereja Protestan yang berada di Manado, Minahasa dan Bitung dinyatakan berdiri sendiri dengan sebutan Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM). Kata Sentrum sendiri, dikenal nanti sesudah kemerdekaan Indonesia. Sebelumnya Gereja Sentrum Manado dikenal dengan nama Gereja Besar Manado, sebagaimana ditulis Graafland.
Pada masa Jepang, gedung Gereja Besar Manado pernah menjadi markas/pusat MSKK (Manado Syuu Kiri Sutokyop Kyookai) yang dipimpin Pendeta Jepang Hamasaki. Tapi sayang sekali gedung Gereja Besar Manado yang begitu sarat nilai historis religius ini, pada perang kemerdekaan II/agresi militer, hancur dibom. Sebagaimana tanda prasastinya, maka didirikan tugu yang berada di sebelah kiri bangunan gereja yang masih berdiri kokoh dan diberi nama Tugu Perang Dunia II.
Pada Tahun 1952, didirikan kembali sebuah gedung gereja di lokasi tersebut. Gedung dibangun dalam bentuk permanen dan bangunannya sudah seperti sekarang ini. Gedung geraja yang baru ini ditahbiskan tanggal 10 Oktober 1952. Kini, Gereja Sentrum merupakan tempat wisata religius dan wisata sejarah yang sering dikunjungi para turis domestik mupun mancanegara. (rikson karundeng)