PT BML Dianggap Rusak Lingkungan, Masyarakat Sea Minta KLH dan Kemenhut Turun Tangan


Pineleng, MX

Masyarakat Sea, Kecamatan Pineleng, dengan tegas menyatakan penolakan terhadap investasi yang merusak lingkungan. Suara lantang itu disampaikan James Elkana Giroth, Senin (3/5).

“Kami menolak investasi yang merusak lingkungan. Pembangunan Perumaan Lestari 5 oleh PT BML (Bangun Minanga Lestari) tidak murni investasi yang bertanggung jawab. Dikarenakan tidak ada etiket baik dari perusahaan untuk melakasanakan proses pembangunan sesuai aturan-aturan,” kata Giroth yang juga dikenal sebagai Ketua Pemuda GMIM Getsemani Sea dan Ketua Pemuda GMIM Wilayah Sea.

Warga mengungkapkan beberapa alasan atas sikap mereka. Pertama, salah satu tindakan tidak bertanggung jawab dan bersifat arogan serta memaksa adalah perusahaan sudah melaksanakan pembangunan, padahal belum melalui tahapan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.

“Perusahaan tidak melibatkan masyarakat dan yang terdampak dalam pengkajian mengenai dampak lingkungan. Jika tahapan memenuhi dokumen AMDAL (Analisis Menganai Dampak Lingkungan) tidak semuanya dilakukan, kenapa sudah membangun?“

Alasan kedua, karena menurutnya mulai ada penggusuran area hutan mata air yang dilindungi masyarakat dan pemuda GMIM Getsemani Sea, yang merupakan bagian dari masyarakat Desa Sea.

“Ini area hutan yang di dalamnya ada pepohonan besar yang menjalankan fungsi hutan, yaitu menyimpan air dan tetap menjaga volume dan kualitas air yang ada di kawasan hutan mata air,” sebutnya.

“Hutan mata air dan pepohonan yang ada telah tumbuh dan kami lindungi kurang lebih ratusan tahun. Selama ini telah berperan menjalankan fungsinya yaitu menyediakan oksigen, memberikan kehidupan kepada ekosistem yang ada di kawasan hutan ini, serta menyimpan air yang telah dikonsumsi masyarakat selama ratusan tahun,” jelasnya.

Alasan ketiga, menurut Giroth, jika murni niat baik, perusahaan harusnya melaksanakan semua tahapan dokumen AMDAL sesuai undang-undang dengan benar dan lengkap.

“Keempat, area hutan yang digusur kami mohon dihijaukan kembali. Bukan mengklaim bahwa itu tanah milik pribadi, karena selama ratusan tahun itu adalah area yang dilindungi masyarakat dan pemerintah. Dikarenakan ada pepohonan yang hidup ratusan tahun, ekosistem, dan menyimpan air sebagai sumber kehidupan,” paparnya.

Alasan kelima, pembiaran yang dilakukan pemerintah dan pengembang terhadap masyarakat terdampak banjir yang terjadi sampai saat ini, dinilai sudah melanggar hak asasi manusia (HAM), dikarenakan pelaksanaan pembongkaran area hutan dan area pertanian untuk dibangun perumahan dan kegiatan tersebut telah disetujui oleh pemerintah desa.

“Keenam, kami memohon Kemeterian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk turun mengkaji penyelewengan yang terjadi dalam proses pembangunan ini. Kami juga memohon pejuang-pejuang lingkungan hidup di Sulawesi Utara dan nasional, serta pejuang-pejuang HAM untuk datang meninjau dan melihat serta mempelajari hak-hak kami yang telah dirampas. Di dalamnya ada pembiaran-pembiaran terhadap masyarakat yang terdampak,” tandas Giroth, yang mengaku menjadi salah satu warga yang ikut terdampak dari persoalan ini. (Tim MN)



Sponsors

Sponsors