MENDAGRI 'KIBARKAN BENDERA PUTIH'

Granat Moratorium DOB Jadi Bumerang


Jakarta, ME

Perjuangan mewujudkan mimpi menggengam status Daerah Otonomi Baru (DOB), terus berkobar. Granat moratorium DOB yang dilempar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, berubah jadi bumerang. Kebijakan ini terus digoyang Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Harapan baru pun menyembul.

Senator Bumi Nyiur Melambai, Benny Rhamdani membuktikan janjinya. Dalam Rapat Kerja Komite I DPD dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Brani menunjukkan taringnya di hadapan Tjahjo. Ia pun tegas meminta penjelasan terkait pernyataan moratorium itu.

"Saya ingin tanyakan soal pernyataan Pak Menteri berkaitan dengan Moratorium DOB, kalau tidak salah dua minggu lalu. Ini cukup mengganggu, dan ini juga yang hampir mendorong kemarahan saya sebagai orang wakil daerah," katanya di ruang rapat Komite I DPD RI, Rabu (2/3)

Pertanyaan ini sempat disinggung dalam rapat tripartit Komite I DPD dan Komisi 2 DPR bersama Kemendagri, pekan lalu. Tapi Kemendagri hanya diwakili oleh Dirjen otda. Brani merasa tidak puas. Karena tamparan itu ingin dilayangkan langsung ke wajah Mendagri.

"Saya sampaikan, mohon maaf pernyataan menteri dalam negeri soal moratorium, saya ibaratkan Menteri melemparkan granat ke daerah. Meski granat ini low explosive, bukan high explosive, tapi pernyataan Mendagri dalam tafsir publik, tafsir awam, tafsir kan beda, Moratorium itu adalah penghentian dalam kaitan pembahasan DOB atau pemekaran," kisahnya.

Pernyataan ini diakui sempat menghasilkan kegaduhan di daerah. Langkah offside Mendagri ini sempat menyebabkan gejolak politik di tingkat lokal. Granat low explosive yang dilempar ini diyakini, satu saat akan menjadi bom.

"Jika tafsir publik ini dibenarkan secara sepihak oleh masyarakat awam, maka ini akan jadi bom yang berkekuatan high explosive. Dan itu akan dilemparkan kembali ke Jakarta. Walaupun saya tidak menginginkan itu terjadi. Tapi saya sangat meyakini itu," tegas Wakil Ketua Umum GP Ansor itu.


Kesimpulan raker pun diharuskan menyatakan, Komite I dan Kemendagri sepakat melanjutkan pembahasan DOB.

"Saya rasa pasti didukung oleh seluruh anggota Komite satu. Jadi tidak ada pemberhentian," katanya disambut tepuk tangan dari seluruh anggota Komite I yang hadir.

Alasan-alasan yang berkaitan dengan anggaran juga digugat. Juga alasan terkait sudah banyaknya daerah yang telah diusulkan. Dimana ada 87 DOB yang sudah memiliki Surpres, ditambah 132 yang sudah dinyatakan lengkap dan, 199 yang sudah masuk ke Kemendagri.

"Tolong berikan kepada kita. 87 sudah kita miliki, tolong berikan yang 132 mana dan 199 itu daerah-daerah mana. Kita tidak menginginkan ini menjadi teror politik pada parlemen," ketusnya.

DPR dan Komite I disebut tengah dibebani dengan teror politik. Isu daerah yang begitu banyak dan diyakini akan melemahkan perjuangan parlemen.

"Ini membuat DPD seakan digiring dan termakan dengan propaganda anggaran," sesalnya.

Terkait anggaran, Mendagri disuguhi sebuah catatan. Dimana tahun 2016, pemerintah mengucurkan anggaran kurang lebih Rp.74 Triliun untuk BUMN.

"Dan di tahun yang sama di tahun ini, tercatat 30 persen BUMN ini mengalami kerugian," tegasnya.

Artinya negara hadir untuk BUMN walaupun negara tau akan rugi. Dan negara tidak pernah berhitung untuk mengerem atau menghentikan anggaran kepada BUMN. Dana tetap saja dikucurkan.

"Kalau dimensi-dimensi yang berkaitan dengan spirit pemekaran, pemerataan pembangunan, memperpendek rentan kendali, arahnya kesejahteraan, pemerintah justru masih menghitung untung rugi," ketusnya.

Sejumlah daerah disebut sebagai DOB gagal. Ini dianggap sesuatu yang masih analisis. Masih tidak bisa diprediksi. Brani mengaku punya catatan. Dari laporan Menteri, hasil evaluasi DPOD ada beberapa daerah yang dinyatakan gagal melaksanakan otonomi daerah.

"Tapi kami juga tidak pernah dikasi baca itu. Mungkin kalau bicara soal variabel untuk mengatakan daerah gagal, kita juga pasti akan berdebat panjang. Itu harus diberikan ke  kita supaya kita clear secara proporsional mendudukkan masalah-masalah dalam memberikan penilaian pada daerah-daerah yang dinyatakan gagal," pintanya.


Jadi, pernyataan pemerintah soal beberapa daerah yang gagal, juga dinilai ambigu. Bahkan tidak menutup kemungkinan publik akan menilai tidak jujur.

"Sehingga tolong serahkan kami 132 daerah yang dikatakan sudah lengkap dan mana 199 yang baru diusulkan. Ini penting agar tidak jadi teror politik pada parlemen supaya terjebak propaganda Mendagri," cecarnya.

Soal pemekaran, Brani mengaku sempat berbicara dengan Dirjen Otda, Soni Sumarsono.

"Saya bilang pak ada titipan salam, oleh-oleh dari warga Sulut. Beliau tanya, apa pak Benny? Ada sebundel kliping media. Kalau tidak salah ada 32 media," kutipnya.

Kliping itu, diakui berkaitan dengan kinerja Sumarsono saat jadi Plt Gubernur Sulut selama beberapa bulan. Dan terkait urusan Sumarsono selain sebagai Plt juga sebagai dirjen Otda, berkaitan dengan aspirasi pemerkaran daerah.

"Saya gak etis untuk menyampaikan di sini.Saya akan sampaikan langsung kepada Mendagri, apa yang sudah disampaikan pak Soni selama menjabat Plt. Itu yang ditagih saat ini oleh Masyarakat," jelasnya.

Janji ini diakui wajib ditagih karena dalam dua kali RDP dengan Mendagri, pemerintah menyatakan diri tidak pada posisi moratorium.

"Pemerintah welcome bersama Komite I umtuk meninndaklajuti aspirasi DOB. Pemerintah menytakan bersedia untuk melakukan pembahasan secara bersama. Ini yang kita tagih pada Menteri," tandasnya.


Menjawab bredelan desakan tentang pemekaran dan hantaman soal moratorium dari sejumlah Senator, Mendagri Tjahjo Kumolo akhirnya diberikan kesempatan bersuara. Intinya, ia menarik ucapannya terkait moratorium DOB.


"Tidak ada itu moratorium DOB. Yang ada hanya pembahasan lebih mendalam. Intinya Presiden Jokowi menyatakan, jika itu berkaitan dengan kesejahteraan tidak boleh ada yang menghalangi," ungkap Tjahjo.


Gerakan protes pun diakuinya sudah sering dia terima di tempat ia berkantor. Baik yang menyampaikan secara keras, maupun yang sedikit lebih tenang.

"Saya juga sudah sering terima protes. Dari yang demo sampai yang datang bawa-bawa oleh-oleh. Dari mahasiawa samapai tokoh-tokoh agama. Ada yang bawa batu akik segala. Saya bisa dipanggil KPK karena gratifikasi kalau terus begini," candanya.

Salah satu poin kesimpulan Raker adalah, Komite I DPD RI dan Kementerian Dalam Negeri menyepakati untuk tetap melakukan pembahasan daerah persiapan (Daerah Otonomi Baru) dengan terlebih dahulu melakukan pembahasan terhadap RPP Penataan Daerah dan RPP Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) dalam Rapat Kerja dengan Menteri Dalam Negeri atau Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri.


WAPRES NGOTOT MORATORIUM
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) menegaskan bahwa keputusan pemerintah telah bulat, yaitu moratorium (penghentian sementara) usulan DOB atau pemekaran daerah baru.

"Kalau sisi pemerintah tetap moratorium dulu (pemekaran daerah), melihat kondisi keuangan yang lebih baik kita fokus itu kepada peningkatan penggunaan desa dan kabupaten dari pada membagi-bagi dulu (wilayah) pada dewasa ini," kata JK.

Terkait kesepakatan dengan Komisi II, JK menjelaskan kesepakatan mengenai pembahasan aturan dasar dari pemekaran wilayah, berupa pembentukan Peraturan Pemerintah (PP).

"Dibicarakan itu tetap menyelesaikan aturan-aturan dasarnya dulu. Belum membicarakan pemekaran yang itu karena kan juga harus dibuat PP tentang kriteria-kriteria yang baik. Itu tentu yang oleh pemerintah akan tetap kami jalankan," jelas JK.

Menanggapi ini, Brani mengaku DPD tetap pada posisi politik. DPD tidak akan berhenti memlerjuangkan aspirasi rakyat terkait DOB. Apalagi Sudahbada keputusan dengan Mendagri.

"Kita tetap berjuang. Kalaupun nanti kalah, biar nanti rakyat yang menilai," katanya.


DEPROV SULUT DATAR
Menanggapi penarikan pernyataan Moratorium DOB oleh Mendagri, Dewan Perwakilan Provinsi (Deprov) Sulut terkesan datar. Ketua DPRD Provinis Andre Angow menganggap itu hal biasa.


"Biasa aja," katanya saat dikonfirmasi kala berkunjung ke DPD RI, Rabu (2/3).


Granat Mendagri ini dianggap mentah dan tidak perlu dibesar-besarkan. Pasalnya, jika ini bentuk keseriusan dan bukan gertakan, pasti akan dikeluarkan dalam sebuah surat resmi.


"Kan semua harus tertulis. Kalau tidak yah, masih wacana. Jadi kita tidak perlu menanggapi lah," katanya.


Meski demikian, ia mengaku tetap berharap empat DOB dari Sulut yang masuk dalam daftar 87 DOB tetap dilanjutkan.


"Ya, kami berharap sama seperti yang awal bahwa ada empat. Tapi itu kan kewenangan pemerintah pusat," katanya. (happy karundeng)



Sponsors

Sponsors