
Foto: Ilustrasi.
Eks Direktur PDAM Tahuna Divonis 1 Tahun Penjara
Manado, ME
Dua terdakwa kasus korupsi penyalahgunaan dana pendapatan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tahuna tahun 2012, yakni RP alias Ric, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur PDAM Tahuna dan ND alias Nur, mantan pelaksana penagih loket PDAM, divonsi 1 tahun penjara oleh Majelis Hakim VB Trisnaryanto, Wenny Nanda serta Arizon Megajaya.
Keduanya juga dibebankan denda Rp50 juta beserta uang pengganti. Nur diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp59 subsider satu bulan, sedangkan Ric sebesar Rp89 juta subsider satu bulan.
Sandaran putusan Hakim berdasar pasal 3, pasal 2 dan pasal 8 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU), menuntut masing-masing terdakwa satu tahun dan enam bulan kurungan penjara.
Diketahui, kasus ini berawal ketika terdakwa Ric telah mengambil uang hasil penagihan pembayaran rekening Asrama Polisi Sangihe sebesar Rp2.250.000 dari pihak Pelaksana Penagihan mobil tangki yang diwakili saksi Cindy Grace Salindeho pada tanggal 19 September 2012.
Namun, pada akhirnya Cindy dalam laporannya kepada saksi Fitri Lantah yang menjabat sebagai Kepala Seksi Kas PDAM Sangihe menjelaskan bahwa ada pendapatan PDAM dari rekening Air Asrama Polisi yang tidak ada fisik uangnya karena diambil oleh terdakwa. Mendapat laporan seperti itu, Fitria Lantah memasukkan pendapatan dari pembayaran rekening air Asrama Polisi ke dalam Laporan Harian Kas (LHK) sebagai pendapatan PDAM Sangihe.
Kemudian, pada tanggal 30 September 2012 terdakwa Ric memerintahkan stafnya F Paraeng untuk mengambil uang sebesar Rp1 juta dengan alasan akan berangkat ke Jakarta. Fitria kemudian membuat kwitansi sebagai pertanggungjawaban untuk ditandatangani terdakwa. Namun, terdakwa tidak menandatangani kwitansi tersebut dengan alasan buru-buru berangkat ke Jakarta. Sekembalinya dari Jakarta, terdakwa tidak mengembalikan uang yang diambil dari kas PDAM.
Pada tanggal 13 November 2012 terdakwa mengambil uang sebesar 1 juta dari saksi Fitria, dimana uang tersebut juga berasal dari kas PDAM Sangihe. Alasan terdakwa, uang tersebut dipakai untuk kepentingannya dan terdakwa berjanji akan membayar lewat potongan gaji. Namun, hingga hari ini uang tersebut tidak dikembalikan.
Juga, pada tanggal 5 Desember 2012, terdakwa kembali mengambil uang sebesar Rp1.037.000 dari saksi Fitria Lantah, di mana uang tersebut berasal dari kas PDAM Sangihe. Kemudian pada tanggal dan tahun yang sama terdakwa juga mengambil uang di kas PDAM Sangihe sebesar Rp1 juta. Dan lagi, pada tanggal 08 Februari 2013 terdakwa mengambil uang sebesar Rp60 juta.
Tak hanya itu, tanggal 15 Februari 2013 terdakwa mengambil uang kas PDAM Sangihe sebesar Rp10 juta. Sebelumnya pada tanggal 4 Februari 2013 terdakwa sudah mengambil uang kas PDAM Sangihe sebesar Rp13 juta. Total kerugian negara karena perbuatan terdakwa sebesar Rp89 juta lebih.
Sementara terdakwa Nur, didakwa bertanggungjawab atas kerugian negara sebesar Rp404 juta lebih, dengan perincian pembayaran rekening air dan penerimaan lain bulan September 2012 sebesar Rp123 juta lebih. Pada bulan Oktober 2012 sebesar Rp200 juta. Pada tanggal 28 Desember 2013 sebesar Rp19 juta dan pada 21 hingga 31 Januari 2013, sebesar Rp60 juta lebih.
Atas perbuatan kedua terdakwa, sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 2 ayat (1), jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 64 Ayat (1) KUHP. (bartenson sampaleng)